Mengenal Fawning, Cara Gen Z Hadapi Tekanan Hidup Modern
- Rita Puspita Sari
- •
- 5 jam yang lalu

Ilustrasi Fenomena Fawning
Saat dihadapkan pada tekanan atau ancaman, manusia umumnya bereaksi dengan tiga pola utama: melawan (fight), menghindar (flight), atau membeku (freeze). Ketiga respons ini adalah mekanisme biologis yang sudah dikenal lama dan berkaitan dengan insting bertahan hidup. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan Generasi Z (Gen Z), para psikolog mulai memperhatikan adanya pola respons baru yang disebut fawning.
Fenomena ini tidak hanya terkait dengan faktor psikologis individu, tetapi juga erat kaitannya dengan perkembangan teknologi, media sosial, dan pola interaksi digital. Artikel ini akan membahas apa itu fawning, mengapa Gen Z rentan mengalaminya, serta bagaimana cara mengatasinya agar hubungan sosial tetap sehat dan mental tetap terjaga.
Apa Itu Fawning?
Fawning dapat diartikan sebagai perilaku terlalu berusaha menyenangkan orang lain demi menghindari konflik, penolakan, atau rasa tidak aman. Istilah ini dipopulerkan oleh terapis dan penulis Meg Josephson, yang menyebutnya sebagai bentuk respons stres modern.
Berbeda dengan melawan, menghindar, atau membeku, fawning lebih berfokus pada penyesuaian diri secara berlebihan dengan keinginan orang lain, bahkan sampai mengorbankan kebutuhan atau pendapat pribadi.
Menurut Meg, perilaku ini sering kali berkembang secara tidak sadar, terutama pada orang yang sejak kecil hidup di lingkungan penuh tekanan emosional. Misalnya, anak yang selalu berusaha menjaga suasana hati orang tua agar tidak terjadi pertengkaran. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini terbawa hingga dewasa dan memengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain.
Faktor Penyebab Fawning pada Gen Z
Jika dulu pola ini lebih banyak dikaitkan dengan latar belakang keluarga, kini banyak Gen Z yang mengalaminya karena pengaruh media sosial dan interaksi digital. Ada beberapa faktor utama yang memicu kecenderungan ini:
-
Tekanan Validasi dari Media Sosial
Gen Z adalah generasi pertama yang tumbuh dengan media sosial sejak kecil. Notifikasi, “like”, komentar, atau tanda pesan sudah dibaca tetapi tidak dibalas—semua itu bisa memicu rasa cemas dan takut ditolak.Ketika unggahan tidak mendapat respons seperti yang diharapkan, sebagian orang langsung mencari cara untuk memastikan hubungan tetap baik, misalnya dengan mengirim pesan secara berulang atau mengubah perilaku agar lebih disukai.
-
Kebutuhan Akan Kepastian Instan
Teknologi membuat segalanya serba cepat. Namun, ini juga menumbuhkan ekspektasi bahwa jawaban atau kepastian harus didapat segera. Saat pesan tidak kunjung dibalas atau ajakan tidak direspons, sebagian orang langsung merasa ada masalah dan berusaha keras menenangkan diri dengan mencari validasi dari orang tersebut. -
Ketergantungan pada AI sebagai Pengganti Hubungan Nyata
Menariknya, Meg juga menyoroti kebiasaan sebagian orang yang mencari kepastian atau validasi dari chatbot seperti ChatGPT. Meskipun AI dapat memberikan jawaban yang menenangkan sesaat, hubungan ini tidak dapat menggantikan interaksi emosional yang sehat di dunia nyata.
Dampak Negatif Fawning
Sekilas, fawning mungkin terlihat positif karena melibatkan sikap ramah, empati, dan berusaha membuat orang lain nyaman. Namun, jika dilakukan berlebihan, pola ini dapat berdampak buruk:
-
Kehilangan Identitas Diri
Ketika seseorang terlalu fokus memenuhi harapan orang lain, ia berisiko mengabaikan kebutuhan dan nilai pribadinya. Dalam jangka panjang, ini dapat membuatnya kehilangan jati diri. -
Hubungan Tidak Seimbang
Hubungan yang sehat membutuhkan timbal balik. Jika satu pihak selalu mengalah, hubungan bisa menjadi tidak sehat dan berisiko dimanfaatkan. -
Stres dan Burnout Emosional
Berusaha selalu menyenangkan semua orang adalah tugas yang mustahil. Tekanan ini dapat memicu stres berkepanjangan, kecemasan, hingga depresi. -
Potensi Gangguan Psikologis
Meg memperingatkan bahwa kebiasaan mencari kepastian tanpa henti dapat berkembang menjadi gangguan seperti Relationship Obsessive-Compulsive Disorder (OCD), di mana seseorang terus-menerus merasa harus memastikan hubungan tetap baik meski tidak ada masalah nyata.
Fawning Bukanlah Identitas Tetap
Penting untuk dipahami bahwa fawning bukanlah sifat bawaan atau karakter yang melekat selamanya. Ini hanyalah pola perilaku yang terbentuk karena pengalaman masa lalu dan situasi tertentu.
Meg menjelaskan bahwa kita belajar menjadi orang yang selalu waspada demi menjaga hubungan tetap aman. Namun, bukan berarti kita tidak bisa mengubahnya.
Cara Mengatasi Kebiasaan Fawning
Menghentikan kebiasaan fawning memerlukan kesadaran diri, latihan, dan kadang dukungan profesional. Berikut beberapa langkah yang dapat membantu:
-
Sadari Pola Perilaku
Langkah pertama adalah menyadari kapan dan mengapa kita berusaha keras menyenangkan orang lain. Apakah karena takut ditolak, takut membuat orang marah, atau karena memang ingin membantu? -
Latih “Jeda” Sebelum Bereaksi
Saat muncul dorongan untuk segera mengirim pesan atau menyesuaikan perilaku, coba berhenti sejenak. Tarik napas dalam, lalu tanyakan pada diri sendiri:- Apakah saya melakukan ini karena takut?
- Apakah saya benar-benar ingin melakukannya?
- Apa yang akan terjadi jika saya tidak melakukannya?
-
Bangun Batasan Sehat
Belajar mengatakan “tidak” adalah bagian penting dari kesehatan mental. Menolak permintaan yang tidak sesuai dengan kapasitas kita bukan berarti egois, tetapi bentuk menjaga diri. -
Perkuat Hubungan Nyata
Alih-alih mencari validasi dari media sosial atau chatbot, bangun koneksi emosional di dunia nyata. Interaksi tatap muka, percakapan mendalam, dan waktu berkualitas bersama orang terdekat dapat memperkuat rasa aman emosional. -
Cari Dukungan Profesional
Jika kebiasaan fawning sudah mengganggu kehidupan sehari-hari atau menimbulkan gangguan kecemasan, berkonsultasi dengan psikolog atau terapis dapat membantu memutus pola tersebut.
Mengapa Fenomena Ini Penting untuk Diketahui?
Memahami fawning penting, terutama bagi generasi muda, karena:
- Mencegah hubungan tidak sehat yang terbentuk akibat ketidakseimbangan peran.
- Membangun rasa percaya diri yang tidak bergantung pada validasi orang lain.
- Menjaga kesehatan mental di tengah tekanan media sosial yang terus meningkat.
Selain itu, kesadaran tentang fenomena ini dapat membantu orang tua, guru, dan atasan memahami perilaku anak, murid, atau karyawan muda, sehingga dapat memberikan dukungan yang tepat.
Penutup
Fawning adalah respons stres modern yang semakin umum di era digital, terutama di kalangan Gen Z. Perilaku ini muncul dari keinginan berlebihan untuk menyenangkan orang lain demi menghindari konflik atau penolakan.
Meskipun sekilas terlihat positif, jika dilakukan terus-menerus tanpa batas, fawning dapat berdampak buruk pada kesehatan mental, hubungan sosial, dan identitas diri. Kabar baiknya, pola ini bisa diubah dengan kesadaran diri, latihan menetapkan batasan, dan dukungan dari lingkungan atau profesional.
Dengan memahami dan mengatasi fawning, kita dapat membangun hubungan yang lebih sehat—bukan karena takut ditolak, tetapi karena kita tahu bagaimana cara menjaga diri sendiri sambil tetap menghargai orang lain.