Tanda Kamu Mengalami Digital Hoarding dan Cara Mengatasinya
- Rita Puspita Sari
- •
- 10 Okt 2025 17.54 WIB

Ilustrasi Digital Hoarding
Di era digital seperti sekarang, manusia hidup berdampingan dengan data. Setiap aktivitas dari bekerja, berkomunikasi, hingga sekadar berselancar di media sosial meninggalkan jejak berupa file, foto, video, atau dokumen digital. Namun, tanpa disadari, sebagian orang mulai memiliki kebiasaan menyimpan semua hal tersebut tanpa pernah menghapusnya. Folder “arsip lama”, ribuan tangkapan layar, serta pesan dan foto yang tidak pernah dibuka lagi menjadi tumpukan digital yang terus membesar dari waktu ke waktu. Inilah yang disebut dengan digital hoarding, atau kebiasaan menimbun data digital secara berlebihan.
Fenomena ini mungkin tampak sepele, tetapi memiliki dampak nyata terhadap produktivitas, kesehatan mental, bahkan keamanan siber. Dengan meningkatnya kapasitas penyimpanan perangkat dan kemudahan akses ke layanan cloud seperti Google Drive, Dropbox, atau iCloud, menimbun file kini menjadi lebih mudah daripada sebelumnya. Namun, di balik kenyamanan itu, tersembunyi risiko besar yang perlu disadari.
Apa Itu Digital Hoarding?
Secara sederhana, digital hoarding adalah perilaku menyimpan data digital dalam jumlah besar tanpa alasan yang jelas dan tanpa manajemen yang baik. Orang yang mengalami kebiasaan ini sering kali merasa takut kehilangan informasi, sayang untuk menghapus, atau berpikir suatu saat nanti file tersebut mungkin akan berguna. Padahal, kenyataannya sebagian besar file itu tidak pernah dibuka kembali.
Fenomena ini memiliki kemiripan dengan perilaku hoarding disorder di dunia nyata yakni kecenderungan menimbun barang fisik secara berlebihan. Bedanya, digital hoarding tidak terlihat secara kasatmata, tetapi tetap menimbulkan efek yang sama: rasa sesak, stres, dan kesulitan mengontrol lingkungan digitalnya sendiri.
Ciri-Ciri Digital Hoarding
Untuk mengenali apakah seseorang mengalami digital hoarding, berikut adalah beberapa tanda umum yang sering muncul:
- Menyimpan Semua File, Termasuk yang Tidak Penting
Ciri pertama yang paling mudah dikenali adalah kebiasaan menyimpan semua jenis file tanpa seleksi. Mulai dari e-mail promosi yang sudah tidak relevan, foto duplikat, tangkapan layar acak, hingga dokumen kerja lama yang sudah tidak digunakan.Alasan yang sering muncul adalah, “Nanti siapa tahu dibutuhkan.” Namun, kebiasaan ini justru menimbulkan efek sebaliknya. Semakin banyak file disimpan, semakin sulit seseorang memilah mana data penting dan mana yang tidak. Akibatnya, ruang penyimpanan cepat penuh dan sistem pencarian menjadi tidak efisien.
- Enggan Menghapus File Lama
Salah satu tantangan terbesar bagi digital hoarder adalah menghapus file yang tidak lagi berguna. Ada rasa takut kehilangan informasi, bahkan rasa bersalah, ketika harus menekan tombol “hapus”.Padahal, data yang sudah tidak relevan hanya akan menumpuk dan memperlambat sistem. Rasa cemas karena notifikasi “penyimpanan hampir penuh” pun menambah tekanan mental. Menyadari bahwa tidak semua data harus disimpan adalah langkah awal menuju keseimbangan digital.
- Kesulitan Menemukan File Saat Dibutuhkan
Ketika jumlah file sudah terlalu banyak dan tidak terorganisasi, mencari satu dokumen bisa menjadi pekerjaan yang melelahkan. Walau fitur pencarian di laptop atau cloud kini semakin pintar, jumlah data yang berlebihan tetap memperlambat proses pencarian.Akibatnya, pengguna kehilangan waktu, merasa frustrasi, dan menurunkan efisiensi kerja. Dalam dunia kerja modern, waktu adalah aset penting — dan kehilangan waktu hanya untuk mencari file berarti kehilangan produktivitas.
- Keterikatan Emosional terhadap File
Banyak orang menyimpan foto, video, atau pesan lama karena mengandung kenangan emosional. Hal ini memang manusiawi, tetapi jika keterikatan tersebut membuat seseorang sulit menghapus file buram atau duplikat yang tidak bermakna, itu bisa menjadi tanda digital hoarding.Keterikatan ini menciptakan perasaan seolah-olah file tersebut merupakan bagian dari diri sendiri. Padahal, menjaga hanya file yang benar-benar penting jauh lebih bermakna daripada menyimpan semuanya tanpa batas.
- Menyimpan Salinan File di Banyak Tempat
Sebagian orang berpikir bahwa menyimpan salinan file di berbagai tempat seperti laptop, ponsel, hard disk eksternal, dan cloud adalah tindakan bijak. Namun, duplikasi berlebihan justru menimbulkan kekacauan.Sering kali, pengguna lupa mana versi terbaru dari file yang mereka simpan, atau bahkan tidak tahu di mana file itu berada. Selain membingungkan, praktik ini juga meningkatkan risiko kebocoran data dan memperbesar beban penyimpanan digital global — yang pada akhirnya berdampak pada konsumsi energi pusat data dunia.
Dampak Digital Hoarding terhadap Kehidupan
Digital hoarding tidak hanya memengaruhi perangkat dan ruang penyimpanan, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas terhadap psikologis dan produktivitas seseorang.
-
Stres dan Kecemasan
Tumpukan file digital bisa menimbulkan rasa sesak yang mirip dengan rumah berantakan. Setiap kali membuka galeri atau folder kerja yang penuh, muncul rasa kewalahan dan stres karena sulit menemukan apa yang dibutuhkan.Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan digital yang tidak teratur dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan mengganggu fokus seseorang.
-
Penurunan Produktivitas
Mencari file di antara ribuan dokumen yang tidak terorganisasi jelas menyita waktu. Kondisi ini bisa membuat seseorang menunda pekerjaan, kehilangan ritme kerja, bahkan memengaruhi performa secara keseluruhan. -
Risiko Keamanan Siber
Semakin banyak file tersebar di berbagai platform, semakin besar pula peluang data pribadi terekspos. File lama yang berisi informasi sensitif bisa menjadi celah keamanan jika tidak dilindungi dengan baik. Selain itu, file cadangan yang disimpan di layanan cloud yang tidak terenkripsi juga rentan disusupi pihak ketiga.
Cara Mengatasi dan Mencegah Digital Hoarding
Berikut beberapa langkah praktis untuk menghindari kebiasaan menimbun data digital:
- Terapkan prinsip “simpan seperlunya”: Hanya simpan file yang benar-benar dibutuhkan dan memiliki nilai jangka panjang.
- Gunakan sistem folder yang jelas: Atur file berdasarkan kategori dan tanggal agar mudah ditemukan.
- Lakukan pembersihan berkala: Luangkan waktu setiap bulan untuk meninjau ulang folder dan menghapus file yang tidak penting.
- Gunakan alat bantu manajemen file: Beberapa aplikasi dapat mendeteksi duplikat file dan membantu membersihkan penyimpanan.
- Batasi backup berlebihan: Pilih satu tempat utama untuk menyimpan file penting, hindari menyebar ke terlalu banyak perangkat.
- Sadari nilai ruang digital yang bersih: Lingkungan digital yang rapi dapat meningkatkan fokus, efisiensi, dan kenyamanan dalam bekerja.
Digital hoarding bukan sekadar masalah teknis tentang penyimpanan yang penuh, tetapi juga mencerminkan hubungan manusia dengan data. Rasa takut kehilangan, nostalgia berlebihan, dan dorongan untuk menyimpan “segala sesuatu” adalah akar dari perilaku ini.
Dengan menyadari ciri-cirinya dan mulai menata ulang kebiasaan digital, kita bisa menciptakan kehidupan digital yang lebih ringan, aman, dan produktif. Ingat, dalam dunia digital yang serba cepat, bukan seberapa banyak data yang kita simpan yang penting, melainkan seberapa baik kita mengelolanya.