Misinformasi vs Disinformasi: Perbedaan dan Dampaknya
- Rita Puspita Sari
- •
- 4 jam yang lalu

Ilustrasi Misinformasi
Di tengah derasnya arus informasi di era digital, masyarakat kini dihadapkan pada tantangan baru: memilah mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan. Istilah “hoaks” sudah sering kita dengar, namun ada dua istilah yang lebih spesifik untuk menjelaskan jenis informasi keliru, yaitu misinformasi dan disinformasi.
Meski terdengar mirip, keduanya punya perbedaan mendasar. Pemahaman yang keliru tentang perbedaan ini sering membuat masyarakat sulit mengidentifikasi apakah suatu kabar salah disebarkan karena ketidaktahuan atau memang disengaja untuk menyesatkan.
Agar lebih paham, mari kita bahas secara mendalam perbedaan keduanya, lengkap dengan contoh nyata yang pernah beredar.
Mengapa Hoaks Begitu Mudah Menyebar?
Sebelum masuk ke pembahasan utama, penting untuk memahami bahwa penyebaran hoaks tidak terjadi begitu saja. Ada berbagai faktor yang mempengaruhinya, antara lain:
- Kurangnya literasi digital: Banyak orang belum terbiasa melakukan verifikasi fakta sebelum membagikan informasi.
- Pesatnya perkembangan teknologi: Media sosial memungkinkan kabar menyebar dalam hitungan detik tanpa filter.
- Agenda politik atau propaganda: Ada pihak yang memanfaatkan informasi keliru untuk meraih dukungan atau menjatuhkan lawan.
Faktor-faktor inilah yang membentuk pola penyebaran informasi keliru, baik itu misinformasi maupun disinformasi.
Misinformasi: Kesalahan yang Tidak Disengaja
Misinformasi adalah informasi keliru yang disebarkan oleh seseorang yang meyakini informasi tersebut benar. Artinya, penyebar tidak memiliki niat buruk untuk menyesatkan, melainkan hanya kurang pengetahuan atau salah memahami fakta.
Mengacu pada The Debunking Handbook (2020), misinformasi sering kali muncul akibat:
- Kesalahan interpretasi berita lama.
- Mitos atau kepercayaan populer yang tidak memiliki dasar ilmiah.
- Salah menangkap informasi dari sumber tidak terpercaya.
Contoh Misinformasi
-
Minum air panas bisa membunuh virus Covid-19
Awal pandemi, banyak pesan berantai di WhatsApp yang menyarankan minum air panas atau air hangat untuk membunuh virus corona di tenggorokan. Faktanya, minum air panas tidak membunuh virus yang sudah masuk ke tubuh. Informasi ini berasal dari salah tafsir pesan kesehatan dan disebarkan secara masif oleh orang yang mengira itu benar. -
Tanda goresan di kaca spion motor adalah trik penculikan anak
Beberapa tahun lalu, viral foto spion motor dengan tanda goresan dan narasi bahwa itu kode dari sindikat penculik anak. Faktanya, tanda itu hanyalah goresan biasa atau ulah iseng, bukan tanda sindikat kriminal. Informasi ini menyebar karena kekhawatiran orang tua dan niat melindungi anak, meski sumbernya tidak valid. -
Mangga muda + susu bisa beracun
Banyak orang percaya bahwa mengonsumsi mangga muda bersamaan dengan susu akan menyebabkan keracunan. Padahal, secara ilmiah tidak ada bukti bahwa kombinasi ini berbahaya. Keyakinan ini berasal dari mitos lama yang dipercaya masyarakat dan disebarkan tanpa verifikasi.
Ciri-Ciri Misinformasi
- Penyebar percaya informasi tersebut benar.
- Tidak ada niat untuk menyesatkan.
- Sering berasal dari mitos, rumor, atau informasi lawas yang sudah tidak relevan.
Disinformasi: Kebohongan yang Disengaja
Berbeda dengan misinformasi, disinformasi adalah informasi keliru yang disebarkan dengan sadar dan sengaja untuk menyesatkan, memanipulasi opini publik, atau meraih keuntungan tertentu.
Menurut buku Journalism, ‘Fake News’ & Disinformation (2018) terbitan UNESCO, disinformasi adalah kebohongan yang disengaja, sering kali dilakukan oleh “aktor jahat” seperti buzzer politik, pihak yang menjalankan propaganda, atau bahkan negara tertentu.
Motif di Balik Disinformasi
- Propaganda politik untuk menjatuhkan lawan atau membentuk citra positif palsu.
- Manipulasi opini publik terkait isu sensitif seperti kesehatan, lingkungan, atau keamanan.
- Distraksi dari isu penting dengan membuat topik palsu menjadi viral.
Contoh Disinformasi
-
Editan foto tokoh publik dengan latar belakang mewah untuk membentuk opini negatif
Dalam momen politik, beredar foto seorang pejabat duduk di kursi emas mewah dengan narasi bahwa ia menghamburkan uang negara. Faktanya, foto tersebut hasil manipulasi digital (photoshop) untuk memberi kesan buruk, padahal aslinya diambil di acara resmi dengan latar sederhana. -
Video banjir lama dipakai untuk menyerang pemerintah daerah
Sebuah video banjir yang sebenarnya terjadi 5 tahun sebelumnya diunggah ulang di media sosial dengan narasi “Banjir parah terjadi lagi hari ini karena kelalaian pemerintah daerah”. Tujuannya jelas: menciptakan kemarahan publik dan merusak citra pemerintah. -
Klaim vaksin mengandung chip pelacak
Selama program vaksinasi Covid-19, beredar narasi bahwa vaksin mengandung mikrochip untuk memantau pergerakan manusia. Narasi ini didukung gambar hasil editan jarum suntik berisi benda hitam kecil. Faktanya, ini hoaks yang sengaja dibuat kelompok anti-vaksin untuk menakut-nakuti masyarakat dan melemahkan program kesehatan pemerintah.
Ciri-Ciri Disinformasi
- Penyebar tahu informasi itu salah, tetapi tetap menyebarkannya.
- Sering melibatkan manipulasi foto, video, atau konteks.
- Memiliki tujuan politik, ekonomi, atau ideologis.
Dampak Misinformasi dan Disinformasi
Meskipun berbeda dari segi niat penyebarannya, baik misinformasi maupun disinformasi memiliki dampak yang sama-sama merugikan. Di era digital, penyebaran informasi keliru bisa berlangsung sangat cepat, sehingga efeknya dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan.
- Menurunkan Kepercayaan Publik
- Media dan pemerintah menjadi pihak yang sering kehilangan kredibilitas karena maraknya informasi keliru.
- Masyarakat menjadi skeptis terhadap berita, bahkan dari sumber resmi.
- Contoh: Saat pandemi, banyak orang meragukan informasi dari Kementerian Kesehatan karena beredarnya hoaks kesehatan yang berulang kali viral.
- Memicu Kepanikan dan Ketakutan
- Informasi keliru, terutama yang berkaitan dengan kesehatan, bencana, atau keamanan, dapat menimbulkan kepanikan massal.
- Misalnya, hoaks tentang tsunami besar yang akan melanda suatu wilayah memicu warga mengungsi tanpa arahan resmi.
- Mengganggu Kesehatan dan Keselamatan
- Mitos kesehatan berpotensi membuat orang meninggalkan pengobatan yang terbukti secara medis.
- Disinformasi terkait obat palsu atau metode pengobatan berbahaya bisa membahayakan nyawa.
- Memecah Persatuan dan Memicu Polarisasi
- Disinformasi politik sering digunakan untuk memecah belah masyarakat menjadi kubu-kubu yang saling bermusuhan.
- Akibatnya, dialog sehat digantikan dengan debat penuh emosi dan kebencian.
- Menghambat Penanganan Krisis
- Dalam situasi darurat, informasi keliru bisa mengalihkan perhatian masyarakat dari sumber informasi resmi.
- Contoh: Saat wabah penyakit, masyarakat lebih mempercayai pesan berantai dibanding panduan WHO atau pemerintah.
- Merugikan Perekonomian
- Hoaks bisa merusak reputasi perusahaan, memengaruhi harga saham, atau membuat orang ragu bertransaksi.
- Contoh: Berita palsu tentang kebangkrutan sebuah bank bisa memicu penarikan dana besar-besaran (bank run).
Cara Menghindari dan Mengatasi
Agar tidak terjebak dalam penyebaran informasi keliru, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Verifikasi sumber informasi
Pastikan informasi berasal dari media terpercaya, bukan hanya dari pesan berantai di WhatsApp atau unggahan media sosial tanpa sumber. - Cek tanggal berita
Banyak misinformasi berasal dari berita lama yang sudah tidak relevan tetapi diunggah ulang. - Gunakan situs pengecekan fakta
Situs seperti CekFakta.com, TurnBackHoax.id, atau Snopes dapat membantu memverifikasi kebenaran informasi. - Jangan langsung membagikan
Jika ragu, lebih baik simpan informasi untuk dicek kebenarannya sebelum disebarkan. - Tingkatkan literasi digital
Ikuti pelatihan atau webinar terkait cara mengidentifikasi hoaks dan mengelola informasi di era digital.
Kesimpulan
Misinformasi dan disinformasi memang sama-sama berupa informasi keliru, namun perbedaan utamanya terletak pada niat dan kesadaran penyebar. Misinformasi terjadi karena ketidaktahuan, sedangkan disinformasi adalah kebohongan yang disengaja.
Di era digital yang serba cepat ini, kemampuan memilah informasi menjadi keterampilan penting. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat dapat menjadi filter yang efektif untuk menghentikan penyebaran informasi keliru — baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja untuk menyesatkan.
Jangan lupa, satu klik share bisa membawa dampak besar. Pastikan setiap informasi yang kita sebarkan adalah kebenaran, bukan sekadar kabar yang terdengar meyakinkan.