Waspadai Medsos untuk Remaja: Pelajaran dari Serial Adolescence


Ilustrasi Dampak Media Sosial

Ilustrasi Dampak Media Sosial

Serial terbaru Netflix berjudul Adolescence mendadak ramai diperbincangkan dan menjadi sorotan para pencinta sinema. Namun, lebih dari sekadar teknik sinematografi yang memukau di mana seluruh episode difilmkan dengan teknik "one-take" serial ini berhasil menyentil isu penting: bahaya media sosial terhadap perkembangan mental dan identitas remaja.

Serial ini berkisah tentang Jamie Miller (diperankan oleh Owen Cooper), seorang remaja 13 tahun yang terlibat kasus pembunuhan teman sekelasnya. Lewat sudut pandang Jamie, Adolescence memperlihatkan bagaimana dunia maya bisa menjadi jebakan berbahaya bagi remaja yang sedang mencari jati diri.

Dalam konteks ini, para orang tua, pendidik, bahkan pembuat kebijakan perlu memahami bahwa media sosial bukan hanya tentang hiburan dan komunikasi. Ia bisa menjadi medan perang psikologis bagi anak-anak muda. Maka dari itu, berikut ini kami sajikan sejumlah fakta, risiko, serta tips dan trik praktis yang bisa Anda terapkan untuk melindungi anak-anak dari sisi gelap media sosial.

 
Media Sosial dan Remaja: Validasi yang Menjebak

Menurut sang sutradara Jack Thorne, serial Adolescence ingin menyuarakan realitas pahit: anak-anak zaman sekarang hidup dalam tekanan validasi sosial yang terus-menerus. Mereka haus akan “like”, komentar, dan jumlah view yang dianggap sebagai tolok ukur harga diri.

Dr. Kamna Chibber, Kepala Kesehatan Mental Fortis Healthcare, menjelaskan bahwa media sosial menumbuhkan budaya kepuasan instan. “Remaja sering kali menyamakan harga diri mereka dengan penilaian orang lain secara online. Ini menyebabkan kecemasan, keraguan diri, hingga depresi,” ujarnya, dikutip dari India Today.

Trik & Tips untuk Orang Tua:

  1. Ajarkan tentang nilai diri yang sejati. Dorong anak untuk menilai diri berdasarkan usaha, kejujuran, dan empati, bukan dari jumlah “like”.
  2. Diskusikan soal algoritma media sosial. Ajari bahwa konten yang muncul tidak selalu mencerminkan kenyataan, melainkan diatur agar membuat mereka betah berlama-lama.
  3. Beri contoh langsung. Orang tua yang juga aktif di media sosial bisa menjadi role model positif dalam penggunaan bijak teknologi.
     

Gagasan Berbahaya di Dunia Maya: Perlu Ada Batasan

Jamie dalam serial Adolescence digambarkan terperangkap dalam gagasan toksik yang ia temukan secara bebas di internet. Ia merasa sendirian, tidak menarik, dan tidak berharga dan dunia maya memberinya "jawaban palsu" atas rasa sakit itu.

Jack Thorne bahkan secara eksplisit mendorong agar akses media sosial bagi anak dibatasi secara hukum, khususnya di usia sekolah. “Jika saya berumur 13 tahun dan merasa hampa, maka gagasan berbahaya yang saya lihat online akan terdengar seperti solusi,” ungkapnya kepada BBC.

Trik & Tips untuk Pemerhati Anak:

  1. Gunakan aplikasi kontrol orang tua. Banyak tersedia aplikasi seperti Google Family Link, Qustodio, dan Norton Family yang membantu mengawasi aktivitas digital anak.
  2. Buat perjanjian digital. Sepakati aturan penggunaan ponsel dan media sosial bersama anak sejak awal.
  3. Batasi screen time. Terapkan jadwal bebas gadget, seperti saat makan malam, sebelum tidur, atau di ruang keluarga.
     

Perundungan Digital: Emoji Bisa Jadi Senjata

Dalam salah satu episodenya, Adolescence menggambarkan bahwa emoji pil merah (red pill) yang tampaknya biasa saja, ternyata telah berevolusi menjadi simbol misoginis di kalangan tertentu. Istilah-istilah seperti "incel" juga digunakan dalam konteks perundungan.

Tanushree Bhargava, psikolog klinis dari Yatharth Hospital, menegaskan bahwa perundungan online lebih berbahaya karena tidak mengenal empati. “Satu komentar negatif bisa berdampak sangat dalam bagi remaja, dan tanpa intervensi, ini bisa menyebabkan trauma serius,” ujarnya.

Trik & Tips untuk Mencegah Perundungan Digital:

  1. Ajarkan anak mengenali perundungan. Beri pengetahuan tentang istilah-istilah yang biasa digunakan untuk merundung.
  2. Dorong komunikasi terbuka. Pastikan anak merasa aman untuk bercerita jika mengalami hal tak menyenangkan secara online.
  3. Simpan bukti digital. Tangkapan layar, pesan, dan komentar bisa menjadi bukti jika ingin melaporkan kasus perundungan.
     

Komunikasi Adalah Kunci: Edukasi Sejak Dini

Swati Copra, seorang ibu dari anak 9 tahun, membagikan pendekatannya dalam mendidik anak agar bisa menghargai diri sendiri tanpa tergantung pada media sosial. Ia selalu bertanya kepada anaknya: “Kamu bangga atau tidak dengan dirimu sendiri?”

Swati juga tidak ragu membicarakan hal-hal yang dianggap tabu, seperti ketika anaknya bertanya soal iklan aplikasi kencan di YouTube. Ia menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan jujur, ketimbang membiarkan anak mencari tahu sendiri di internet.

Trik & Tips Komunikasi dengan Anak:

  1. Jangan abaikan pertanyaan anak. Jika anak bertanya, itu tanda mereka percaya dan ingin tahu lebih.
  2. Gunakan bahasa yang sesuai usia. Hindari istilah teknis dan gunakan perumpamaan sederhana.
  3. Buka ruang diskusi rutin. Misalnya, setiap akhir pekan luangkan waktu khusus untuk ngobrol bebas tanpa gadget.
     

Aturan Pemerintah: Perlindungan Anak di Era Digital

Menanggapi kondisi ini, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas. Pada 28 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Tuntas yang mengatur akses media sosial oleh anak-anak.

PP ini membatasi usia minimum anak yang boleh memiliki akun media sosial dan mewajibkan pendampingan orang tua. Jika anak menggunakan akun media sosial di bawah usia yang ditentukan, maka harus dengan akun milik orang tua dan dalam pengawasan langsung.

Trik & Tips Mematuhi Aturan:

  1. Verifikasi usia anak. Pastikan data usia anak tidak dimanipulasi saat membuat akun.
  2. Pantau akun anak. Simpan login media sosial anak dan lakukan pemeriksaan rutin bersama.
  3. Lapor jika menemukan pelanggaran. Platform media sosial wajib patuh terhadap aturan ini, dan bisa dikenai sanksi jika melanggar.
     

Media Sosial Bisa Jadi Kawan atau Lawan

Serial Adolescence tidak hanya memberikan hiburan sinematik, tapi juga membuka mata masyarakat akan realitas pahit yang dialami remaja di era digital. Media sosial bisa menjadi ladang pengembangan diri, namun juga ladang racun jika tidak dikendalikan dengan bijak.

Sebagai orang tua, pendidik, dan masyarakat umum, kita memiliki tanggung jawab untuk memberikan bimbingan yang tepat. Edukasi digital, komunikasi terbuka, dan regulasi yang tegas adalah tiga pilar penting dalam menjaga masa depan anak-anak kita.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Berlangganan

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru.

Video Terkait