Indonesia Batasi Medsos Anak 13–16 Tahun, Berlaku Mulai 2026
- Rita Puspita Sari
- •
- 20 jam yang lalu
Ilustrasi Media Sosial
Pemerintah Indonesia bersiap menerapkan kebijakan pembatasan akses media sosial bagi anak-anak berusia 13 hingga 16 tahun mulai Maret 2026. Kebijakan ini menjadi langkah konkret negara dalam melindungi generasi muda dari berbagai risiko digital yang kian kompleks, mulai dari paparan konten berbahaya, perundungan siber, hingga dampak negatif terhadap kesehatan mental.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa pembatasan tersebut tidak diterapkan secara seragam, melainkan disesuaikan dengan tingkat risiko masing-masing platform media sosial. Artinya, setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE) akan dinilai berdasarkan karakteristik, fitur, dan potensi bahayanya bagi anak di bawah umur.
“Tahun depan bulan Maret sudah mulai bisa kita laksanakan melindungi anak-anak kita dengan melakukan penundaan akses akun pada anak-anak usia 13 sampai 16 tahun, tergantung risiko masing-masing platform,” ujar Meutya Hafid, dikutip dari kanal YouTube resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Kamis (11/12/2025).
Sudah Diatur Sejak 2025, Masuki Masa Transisi
Meutya menjelaskan bahwa regulasi terkait pembatasan akses akun media sosial bagi anak sebenarnya telah diterbitkan sejak Maret 2025. Namun, pemerintah memberikan waktu transisi yang cukup panjang agar seluruh pihak, terutama platform digital besar, dapat mempersiapkan diri secara teknis maupun kebijakan internal.
Ia mengakui bahwa dampak dari aturan tersebut mungkin belum dirasakan secara signifikan oleh masyarakat luas. Hal ini disebabkan proses adaptasi yang masih berlangsung, baik di tingkat pemerintah, industri teknologi, maupun pengguna.
“Kita sekarang sedang masa transisi, persiapan, dengan para platform besar. Mudah-mudahan dalam waktu satu tahun, di Maret 2026, bisa mulai kita lakukan secara penuh,” jelas Meutya.
Dalam masa transisi ini, pemerintah aktif berkomunikasi dengan perusahaan media sosial global untuk memastikan penerapan kebijakan berjalan efektif tanpa mengganggu hak digital masyarakat secara berlebihan.
Pembatasan Bertahap Berdasarkan Risiko Platform
Berbeda dengan pendekatan larangan total, Indonesia memilih skema pembatasan bertahap berbasis risiko. Platform yang dinilai memiliki potensi risiko tinggi bagi anak, seperti algoritma adiktif, minimnya kontrol konten, atau lemahnya perlindungan privasi, akan dikenai pembatasan yang lebih ketat.
Sebaliknya, platform yang telah menerapkan sistem perlindungan anak, verifikasi usia yang kuat, serta kontrol orang tua yang memadai, berpeluang mendapatkan perlakuan yang lebih fleksibel.
Pendekatan ini dinilai lebih realistis dan adaptif terhadap perkembangan teknologi, sekaligus mendorong platform digital untuk meningkatkan tanggung jawab mereka dalam melindungi pengguna muda.
Sanksi Tegas bagi Platform yang Tidak Patuh
Pemerintah juga menyiapkan sanksi tegas bagi platform media sosial yang enggan mematuhi aturan pembatasan usia tersebut. Sanksi yang disiapkan bersifat bertahap, mulai dari sanksi administratif, denda, hingga pemutusan akses layanan di Indonesia.
“Mengenai sanksi-sanksi ini, nanti kami akan keluarkan Peraturan Menteri. Semua sedang kita godok,” kata Meutya.
Saat ini, Kemkomdigi juga tengah melakukan uji petik sebagai bagian dari proses penyusunan kebijakan yang berbasis data. Salah satu uji coba dilakukan di Yogyakarta, dengan melibatkan anak-anak sebagai responden.
“Anak-anak di Jogja sedang kita lakukan survei. Mereka kita berikan waktu untuk masuk ke PSE besar, lalu mereka akan memberikan feedback,” ungkapnya.
Hasil uji petik ini akan menjadi bahan evaluasi penting untuk memastikan kebijakan yang diterapkan benar-benar relevan dengan kondisi di lapangan.
Indonesia Ikuti Jejak Negara Lain
Langkah Indonesia membatasi akses media sosial bagi anak di bawah umur bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri. Meutya menyebut bahwa sejumlah negara lain, seperti Malaysia dan beberapa negara di Eropa, juga tengah menyusun atau menerapkan aturan serupa.
Negara-negara tersebut melihat adanya urgensi untuk melindungi anak dari dampak negatif media sosial, terutama terkait kesehatan mental, kecanduan digital, serta berkurangnya interaksi sosial secara langsung.
“Langkah Indonesia ini juga diikuti oleh negara lain. Malaysia dan Eropa sekarang sedang masuk tahap penyusunan aturan,” kata Meutya.
Dengan adanya tren global ini, Indonesia dinilai tidak tertinggal, bahkan berpotensi menjadi salah satu negara rujukan dalam penerapan kebijakan perlindungan anak di ruang digital.
Fokus pada Kesehatan Mental dan Perkembangan Sosial Anak
Pembatasan media sosial bagi anak di bawah umur didorong oleh berbagai temuan riset yang menunjukkan meningkatnya gangguan kesehatan mental pada remaja, seperti kecemasan, depresi, dan rendahnya kepercayaan diri, yang dikaitkan dengan penggunaan media sosial berlebihan.
Selain itu, anak-anak yang terlalu dini dan intens menggunakan media sosial dinilai cenderung kurang berinteraksi secara langsung dengan lingkungan sekitar, yang berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka.
Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menciptakan keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan tumbuh kembang anak yang sehat.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meski dinilai penting, kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah verifikasi usia pengguna, mengingat banyak anak yang selama ini dapat dengan mudah membuat akun media sosial menggunakan data palsu.
Selain itu, peran orang tua juga menjadi faktor krusial. Tanpa pengawasan dan literasi digital yang memadai di lingkungan keluarga, pembatasan teknis dari pemerintah dan platform berpotensi kurang efektif.
Karena itu, pemerintah menekankan bahwa kebijakan ini harus diiringi dengan edukasi digital yang masif, baik kepada anak-anak, orang tua, maupun pendidik.
Menuju Ekosistem Digital yang Lebih Aman
Dengan target implementasi penuh pada Maret 2026, pemerintah berharap seluruh pemangku kepentingan dapat berkolaborasi menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan ramah anak.
Pembatasan akses media sosial bukan dimaksudkan untuk menjauhkan anak dari teknologi, melainkan memastikan mereka mengenal dan menggunakan teknologi pada waktu dan cara yang tepat.
Jika diterapkan secara konsisten dan diawasi dengan baik, kebijakan ini diharapkan menjadi fondasi penting dalam melindungi generasi muda Indonesia di era digital yang semakin tanpa batas.
