Apa Itu Doxxing? Bahaya dan Cara Menghindari Ancaman Digital


Cyberbullying

Ilustrasi Cyberbullying

Di era digital ini, berbagai aktivitas online semakin menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, dibalik kemudahan akses informasi dan komunikasi, terdapat pula risiko cyberbullying yang mengancam kenyamanan dan privasi. Salah satu bentuk cyberbullying yang marak terjadi adalah doxxing. Mungkin sebagian dari kita belum begitu akrab dengan istilah ini, namun dampak doxxing bisa sangat merugikan bagi korban.

 

Apa itu Doxxing?

Doxxing adalah tindakan mengungkap atau menyebarkan informasi pribadi seseorang di internet tanpa seizin mereka, sering kali sebagai bentuk pelecehan online. Istilah ini berasal dari budaya hacker pada tahun 1990-an, yang menggunakan istilah "doxxing" atau "dropping docs" untuk mengungkap identitas lawan dalam konflik antar hacker. Kini, doxxing melibatkan penyebaran data-data sensitif seperti nama, alamat rumah, nomor telepon, tempat kerja, hingga rincian keuangan, dengan tujuan mempermalukan, menakut-nakuti, atau bahkan membahayakan korban.

Pengertian Doxxing Menurut Berbagai Sumber

  1. Kaspersky mendefinisikan doxxing sebagai penyebaran informasi pribadi seseorang atau organisasi tanpa izin, terutama melalui internet. Informasi yang disebarkan meliputi data-data sensitif yang seharusnya bersifat rahasia, seperti rincian keuangan, alamat, dan kontak pribadi.
  2. Cambridge Dictionary menyatakan bahwa doxxing adalah tindakan mencari atau mempublikasikan informasi pribadi seseorang di internet tanpa persetujuan mereka. Informasi yang dipublikasikan seringkali dapat membahayakan atau menimbulkan kerugian bagi korban.
  3. Bureaucracy Journal oleh Armando dan Soeskandi menyebutkan bahwa doxxing melibatkan pengumpulan dan penyebaran data pribadi yang dapat mencakup nama lengkap, alamat, riwayat kesehatan, hingga rekening bank, untuk menakut-nakuti atau mengintimidasi korban dengan tujuan tertentu.

 

Cara Kerja Doxxing

cyberbullying

Untuk mengerti lebih dalam mengenai bahaya doxxing, kita perlu memahami metode yang sering digunakan pelaku untuk mengumpulkan informasi korban. Berikut beberapa cara kerja yang umum digunakan dalam praktik doxxing:

  1. Mengumpulkan Informasi dari Media Sosial Pelaku doxxing biasanya memanfaatkan informasi yang telah tersedia di media sosial. Pengguna sering kali secara sukarela membagikan detail pribadi mereka di platform ini, mulai dari nama lengkap, alamat tempat tinggal, hingga aktivitas harian dan minat pribadi. Pelaku dapat mengumpulkan informasi dari berbagai platform untuk membuat profil lengkap dari korbannya.
  2. Serangan Phishing Phishing merupakan metode yang umum digunakan dalam doxxing untuk memperoleh informasi pribadi secara licik. Biasanya, pelaku mengirimkan email atau pesan palsu yang seolah-olah berasal dari lembaga atau perusahaan resmi. Saat korban memasukkan informasi pribadinya, pelaku akan mendapatkan akses ke data tersebut dan kemudian memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.
  3. Mengakses Catatan Publik dan Basis Data Selain informasi dari media sosial, pelaku doxxing juga dapat mengakses basis data pemerintah atau catatan publik lainnya yang memuat informasi pribadi seperti catatan properti, pendaftaran pemilih, dan sebagainya. Dengan menggabungkan data dari berbagai sumber ini, mereka dapat memperoleh detail yang lebih lengkap tentang korban mereka.
  4. Social Engineering Teknik rekayasa sosial atau social engineering juga sering dimanfaatkan oleh pelaku doxxing. Dalam metode ini, pelaku dapat menggunakan teknik manipulasi psikologis untuk mendapatkan informasi pribadi korban. Misalnya, dengan berpura-pura menjadi teman dekat atau pihak yang dikenal korban, pelaku dapat memancing korban untuk mengungkapkan informasi pribadi.

 

Bahaya Doxxing dalam Cyberbullying

cyber security

Doxxing tidak hanya melanggar privasi seseorang tetapi juga dapat membawa dampak serius bagi korban. Berikut adalah beberapa bahaya utama dari praktik doxxing:

  1. Risiko Keamanan dan Ancaman Fisik Salah satu risiko terbesar dari doxxing adalah ancaman terhadap keamanan fisik. Ketika informasi pribadi seperti alamat rumah atau tempat kerja disebarluaskan, korban berisiko menjadi sasaran ancaman fisik dari orang yang memiliki niat buruk. Kasus di mana korban menerima ancaman atau bahkan mengalami kekerasan fisik bukanlah hal yang jarang terjadi akibat informasi yang bocor ke publik.
  2. Tekanan Emosional dan Mental Menjadi korban doxxing juga bisa menimbulkan tekanan emosional yang berat. Korban sering kali merasa tertekan, cemas, dan tidak nyaman, terutama karena mereka kehilangan kendali atas privasi mereka. Rasa takut ini dapat mengganggu kesehatan mental, menyebabkan stres, kecemasan, hingga depresi. Dalam beberapa kasus, korban bahkan mengalami trauma yang membutuhkan bantuan psikologis.
  3. Dampak Karier dan Reputasi Doxxing dapat mempengaruhi reputasi korban secara serius, baik di dunia nyata maupun di media digital. Jika informasi yang disebarluaskan berisi detail pekerjaan atau kehidupan pribadi, korban bisa saja kehilangan pekerjaan atau mengalami masalah reputasi di komunitasnya. Bahkan setelah insiden tersebut berlalu, bekas luka digital ini mungkin tetap ada di internet dan memengaruhi kehidupan korban di masa depan.
  4. Kehilangan Privasi Privasi adalah hak dasar setiap individu, namun doxxing merampas hak ini dari korban. Dengan tersebarnya informasi pribadi di internet, korban tidak lagi merasa aman dalam berbagi detail kehidupan mereka di platform digital. Hal ini dapat menghambat aktivitas online mereka dan membuat mereka berhati-hati dalam berinteraksi di media sosial.

 

Motivasi di Balik Doxxing

Motivasi pelaku dalam melakukan doxxing bisa beragam, di antaranya:

  • Balas Dendam: Beberapa pelaku doxxing melakukan tindakan ini karena motif dendam. Mereka mungkin merasa tidak senang atau pernah disakiti oleh korban dan melihat doxxing sebagai cara untuk "menghukum" korban.
  • Ingin Menakut-nakuti atau Mengintimidasi: Doxxing juga sering digunakan sebagai alat untuk menakut-nakuti atau mengintimidasi. Dengan menyebarluaskan informasi pribadi korban, pelaku berharap korban akan merasa takut dan tunduk pada permintaan mereka.
  • Mempermalukan Korban: Sebagian besar kasus doxxing bertujuan untuk mempermalukan korban di depan umum. Dengan mengungkapkan informasi pribadi atau bahkan aib korban, pelaku berusaha merusak citra korban di mata publik.

 

Cara Mencegah dan Menghindari Doxxing

cyber security

Meskipun doxxing bisa terjadi pada siapa saja, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk melindungi diri dari ancaman ini:

  1. Hati-hati dalam Berbagi Informasi di Media Sosial Salah satu cara terbaik untuk mencegah doxxing adalah dengan berhati-hati saat berbagi informasi pribadi di media sosial. Pastikan untuk memeriksa pengaturan privasi di setiap platform, dan batasi akses informasi hanya untuk orang-orang yang Anda percayai.
  2. Gunakan Kata Sandi yang Kuat Pastikan semua akun online Anda dilindungi dengan kata sandi yang kuat dan berbeda untuk setiap akun. Kata sandi yang lemah atau terlalu umum dapat memudahkan pelaku untuk mengakses akun Anda dan mengambil informasi pribadi Anda.
  3. Hindari Klik pada Tautan atau Pesan yang Mencurigakan Phishing sering kali menjadi metode yang digunakan dalam doxxing, oleh karena itu, penting untuk berhati-hati terhadap tautan atau pesan yang mencurigakan. Jangan mengklik tautan atau mengunduh lampiran dari sumber yang tidak dikenal, dan selalu verifikasi asal pesan sebelum membagikan informasi pribadi.
  4. Waspadai Informasi Publik yang Terbuka Sebagian informasi publik, seperti catatan properti atau data pemilih, mungkin dapat diakses oleh umum. Jika Anda khawatir informasi Anda bisa disalahgunakan, pertimbangkan untuk menggunakan layanan privasi yang dapat membantu menjaga data pribadi Anda.
  5. Jaga Data Sensitif Jangan pernah membagikan informasi sensitif seperti nomor telepon, alamat rumah, atau rincian finansial di platform online secara publik.

 

Tipe-Tipe Doxing

Menurut Douglas, terdapat tiga tipe utama doxing yang umum terjadi:

  1. Deanonymization (Deanominasi): Doxing jenis ini dilakukan untuk mengungkap identitas seseorang yang sebelumnya anonim atau menggunakan nama samaran. Pelaku akan mencoba membuka identitas asli korban untuk menghilangkan perlindungan anonimitasnya di dunia maya.
  2. Targeting (Penargetan): Jenis doxing ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan lokasi seseorang dapat dilacak. Pelaku biasanya membagikan informasi seperti alamat rumah, tempat bekerja, atau lokasi yang sering dikunjungi oleh korban, sehingga keberadaannya mudah diketahui oleh publik atau pihak-pihak tertentu yang mungkin memiliki niat buruk.
  3. Delegitimization (Delegitimasi): Doxing ini dilakukan dengan tujuan untuk merusak reputasi atau kredibilitas seseorang. Informasi yang disebarluaskan sering kali dimanipulasi atau ditampilkan secara negatif untuk menjatuhkan nama baik korban di hadapan publik.

 

Jerat Hukum Doxing di Indonesia

Di Indonesia, praktik doxing dilarang dan tidak dibenarkan dengan alasan apapun. Perlindungan terhadap data pribadi telah diatur dalam beberapa undang-undang, di antaranya adalah UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dan UU PDP (Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi).

Pasal 26 ayat (1) UU ITE jo. UU No. 19 Tahun 2016 menyatakan bahwa penggunaan setiap informasi yang berhubungan dengan data pribadi seseorang melalui media elektronik harus mendapatkan persetujuan dari orang yang bersangkutan. Hal ini menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan dan privasi data pribadi di era digital.

Selain itu, dijelaskan dalam UU ITE bahwa hak pribadi mencakup:

  • Hak untuk menikmati kehidupan pribadi tanpa gangguan.
  • Hak untuk berkomunikasi tanpa dipantau oleh pihak lain.
  • Hak untuk mengendalikan akses terhadap informasi pribadi.

Jika seseorang merasa data pribadinya disalahgunakan atau dipublikasikan tanpa izin, sebagaimana yang terjadi dalam kasus doxing, korban berhak mengajukan gugatan atas kerugian yang dialaminya.

Lebih lanjut, UU PDP juga mengatur mengenai jerat hukum bagi pelaku doxing. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UU PDP, seseorang yang secara sengaja dan melawan hukum mengumpulkan atau memperoleh data pribadi yang bukan miliknya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.

Di sisi lain, Pasal 67 ayat (2) UU PDP menegaskan bahwa orang yang secara sengaja dan melawan hukum menyebarluaskan data pribadi yang bukan miliknya dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp4 miliar. Ketentuan ini diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan di dunia maya.

 

Kesimpulan

Doxxing adalah ancaman serius dalam era digital yang perlu diwaspadai oleh setiap pengguna internet. Praktik ini tidak hanya melanggar privasi tetapi juga berpotensi mengancam keselamatan fisik, mental, dan reputasi korban. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk memahami cara kerja doxxing dan mengambil langkah-langkah preventif agar tidak menjadi korban. Menjaga privasi digital, berhati-hati dalam berbagi informasi di media sosial, serta selalu waspada terhadap serangan phishing adalah beberapa cara yang dapat membantu Anda menghindari doxxing.

Bagikan artikel ini

Berlangganan

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru.

Video Terkait